Kepala Sekolah Dilarang Mendikbud Pangadaan Guru Honorer

Home » , » Kepala Sekolah Dilarang Mendikbud Pangadaan Guru Honorer
SMP Negeri 4 Tikep - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melarang sekolah dan pemerintah daerah (pemda) membuka pengadaan guru honorer di masa depan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan instruksi bahwa keberadaan guru honorer di masa depan sudah tidak diperbolehkan lagi.


Dengan instruksi ini, maka status guru nanti hanyalah guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Selama ini sekolah mengangkat guru honorer untuk menutupi kekurangan guru PNS yang belum terdistribusi dengan baik.

“Sesuai arahan Bapak Presiden tidak boleh lagi pemerintah daerah dan kepala sekolah mengangkat guru honorer,” kata Muhadjir di Jakarta, 23 September 2018

Berdasarkan data pemerintah, jumlah tenaga honorer saat ini mencapai 438.590 orang yang terdiri atas jabatan guru, dosen, tenaga kesehatan, penyuluh, dan tenaga administrasi. Khusus untuk guru honorer jumlahnya saat ini mencapai 157.210 orang atau 35,84%.

Mendikbud mengatakan, untuk penyelesaian sisa guru honor yang ada saat ini pemerintah menyiapkan posisi PPPK. Dengan solusi yang diberikan pemerintah tersebut, Mendikbud mengimbau pada pemerintah daerah dan kepala sekolah untuk tidak lagi mengangkat guru honorer.

Kemendikbud sudah mengirimkan surat kepada pemerintah daerah untuk tidak lagi ada pengangkatan guru honorer,” katanya.

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini pun mengajak pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat dapat bekerja sama dalam memberikan perhatian terhadap berbagai permasalahan, termasuk masa depan guru. Menurut dia, semua ini tidak boleh lepas dari kerja sama dan dukungan berbagai pihak dalam menyelesaikan masalah dan memikirkan masa depan guru.

Dia mengatakan, pengangkatan guru menjadi PPPK di harap kan menjadi solusi terbaik bagi guru honorer. Dia pun berharap guru honorer bisa kembali ke rumah menyiapkan materi ajar bagi siswanya dan siap kembali mengajar.

“Dengan kerendahan hati, saya mohon kepada para guru untuk kembali ke sekolah masing-masing untuk membina, mengasuh, mengantar, dan mengajar anak-anak didik kita. Tetap fokus mengajar di sekolah,” kata Mendikbud.

Guru Besar Universitas Negeri Malang ini mengimbau agar para guru honorer tidak lagi melakukan kegiatan di luar tugas profesionalnya sebagai guru. Proses seleksi PPPK akan dilakukan setelah selesainya seleksi CPNS tahun 2018. Dia menjelaskan, untuk para guru honorer yang tidak memenuhi syarat karena usia, pintu alterna tif nya melalui seleksi PPPK. Namun, nanti rekrutmennya mengutamakan kualitas.

Ketua PP Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim sepakat dengan dua hal yang diputuskan pemerintah tersebut, yakni dengan adanya solusi PPPK untuk kesejahteraan guru honorer dan tidak boleh ada lagi pengangkatan guru honorer, baik oleh sekolah dan pemerintah daerah. Menurut dia, penegasan ini penting sebab tidak boleh ada lagi pengangkatan guru yang tidak jelas kualitasnya.

“Tidak boleh ada lagi guru yang tidak jelas kualitasnya diangkat dengan mudah oleh sekolah atau pun kepala daerah,” ujarnya.

Dia mengatakan, janji pemerintah mengangkat guru menjadi PPPK harus dikawal penuh mengingat adanya wacana bahwa penggajian PPPK akan dibebankan pada pemerintah daerah.

Harus dipastikan bahwa guru honorer PPPK diangkat dengan perjanjian kerja hanya satu kali berlaku hingga masa pensiun. Selain itu, upah yang diterima guru minimal sama dengan UMR/UMP. Sumber penggajian atau pengupahan juga harus dari APBN, bukan dibebankan pada daerah apalagi berharap dari pen dapatan asli daerah (PAD).

“Selain itu, juga harus dilakukan seleksi ketat, terutama kualitas yang akan diangkat menjadi guru. Bagi mereka yang tidak layak jadi guru, maka bisa diarahkan untuk menjadi tenaga kependidikan atau bidang lain yang tidak berhadapan langsung de ngan anak didik,” ujarnya.

IGI, katanya, akan selalu bersinergi dengan semua organisasi guru yang berjuang bersama menghidupkan kembali mimpi tentang pendidikan lebih baik dengan guru yang jelas status, pendapatan, dan kualitas nya.

Pengamat pendidikan dari UPI Said Hamid Hasan menilai, larangan mengangkat guru honorer adalah suatu kebijakan terlambat. Dari banyak pengamatan, kebutuhan guru di seluruh daerah sangat riil dan kekosongan itu diisi oleh guru honorer.

“Ke depan, kebutuhan guru masih besar dan kalau pemerintah tidak cepat mengangkat, maka akan ada lagi guru honorer,” katanya.

Mantan tim pengembang kurikulum 2013 ini menjelaskan, untuk kebijakan kedepan pemerintah memastikan bahwa pengangkatan guru harus merupakan kebijakan khusus. Bukan disamakan dengan kebijakan tentang pegawai negeri umumnya. Sebab guru bukanlah tenaga administrasi biasa, tapi mereka harus memiliki kompetensi dan kepribadian yang baik serta berkarakter karena tugasnya adalah mengajar anak didik.

Pakar administrasi publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah meminta pemerintah berhati-hati dalam melakukan rekrutmen PPPK. Sebab rekrutmen harus tetap sesuai dengan yang diamanahkan UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Kehatian-hatian dinilai penting agar PPPK diisi oleh sumber daya manusia yang profesional dan kompeten.

“Harus hati-hati. Tetap tidak boleh asal-asalan. Mekanismenya sebagaimana UU ASN tetap mengacu pada kompetensi dan kualifikasi,” tandasnya.

Lina mengatakan, dalam peraturan pemerintah (PP) terkait dengan PPPK harus diatur secara detail mengenai proses perekrutan. Dengan begitu tidak bisa daerah atau instansi seenaknya menentukan formasi PPPK.

“Sebagaimana CPNS, harus melalui perencanaan pegawai yang baik. Baik analisis jabatan ataupun beban kerja,” ungkap nya.

Mengenai jabatan-jabatan apa saja yang tepat diisi PPPK, Lina menjawab jabatan fungsional tertentu. Dalam hal ini tenaga pendidikan, tenaga kesehatan, ataupun peneliti. Apalagi, menurut dia, adanya PPPK akan lebih fleksibel bagi kaum muda. Dia menilai anak muda saat ini tidak bisa berlama-lama dalam satu profesi.

“Misalnya ke depan tidak ada dosen, guru, dokter, dan peneliti PNS. Jadi bisa hanya berstatus PPPK. Jadi guru untuk masa tertentu bisa pindah karena dimungkinkan dengan mudah berhenti. Kalau PNS kan bisa membebani negara jika sudah tidak cocok,” ujarnya.

Dia pun sepakat jika PPPK menjadi salah satu solusi bagi tenaga honorer. Sebab honorer selama ini memang diisi oleh tenaga-tenaga fungsional tertentu.

“Tapi tetap honorer yang berkompeten untuk jadi PPPK. Kalau tidak memenuhi kompetensi ya tidak lulus,” tandasnya.

Sumber : news.okezone.com
.
Share this article :